Fenomena 'No Viral No Justice': Peneliti Sygma Research Soroti Pengaruh Media Sosial terhadap Sistem Hukum

Fenomena 'No Viral No Justice': Peneliti Sygma Research Soroti Pengaruh Media Sosial terhadap Sistem Hukum

Selasa, 17 Desember 2024, 15:02

 


Jakarta, 17 Desember 2024 – Kasus kekerasan yang menimpa George Halim kembali memicu diskusi hangat tentang fenomena "No Viral No Justice". Kejadian ini memunculkan sorotan terhadap sistem hukum yang dinilai kerap reaktif hanya setelah mendapatkan tekanan dari publik melalui media sosial.

Ken Bimo Sultoni, peneliti politik keamanan dari Sygma Research and Consulting, menilai bahwa viralitas kasus ini memperlihatkan kelemahan mendasar dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.

"Fenomena ini mengindikasikan bahwa akses terhadap keadilan belum sepenuhnya merata. Respons institusi penegak hukum sering kali bergantung pada seberapa besar perhatian publik yang terbentuk melalui media," ujar Ken.

Ia menambahkan, kondisi ini tidak hanya merugikan korban yang kurang mampu mendapatkan perhatian publik, tetapi juga membuka peluang manipulasi informasi.

"Ketika sistem hukum tunduk pada tekanan viralitas, objektivitas hukum bisa terdistorsi oleh opini publik yang terbentuk melalui media sosial. Hal ini berisiko melemahkan prinsip dasar keadilan," tegasnya.

Dalam analisis yang dirilis Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, disebutkan bahwa media sosial memang dapat menjadi alat advokasi yang efektif, namun juga berpotensi menimbulkan bias dalam penegakan hukum. Narasi yang berkembang secara masif di media sosial sering kali tidak mencerminkan fakta secara objektif, sehingga mengaburkan proses hukum yang adil dan seimbang.

Ken Bimo juga mengingatkan bahwa ketergantungan pada tekanan publik untuk menuntut keadilan dapat memicu ketidakstabilan sosial.

"Jika kelompok tertentu merasa diabaikan karena kurangnya perhatian publik, hal ini bisa memperburuk ketegangan di masyarakat. Sistem hukum harus berdiri di atas nilai keadilan universal tanpa terpengaruh oleh dinamika media," katanya.

Sebagai solusi, ia mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi mendasar terhadap sistem peradilan.

"Perlu ada mekanisme yang lebih transparan, cepat, dan berkeadilan tanpa harus menunggu kasus menjadi viral. Media sosial adalah alat, bukan penentu keadilan," tutupnya.

TerPopuler