LAMPUNG TERDEPAN - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung mengingatkan media agar disiplin verifikasi dalam setiap proses jurnalistik. Dengan demikian, berita yang menjadi konsumsi publik berkualitas dan kredibel.
Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho mengatakan, belum lama ini, sejumlah media di Lampung memberitakan ihwal penemuan obat Covid-19. Namun, kredibilitas si penemu obat dipersoalkan. Hal tersebut tentu memengaruhi kualitas informasi yang bisa menyesatkan publik.
“Pada prinsipnya, setiap berita harus melalui verifikasi. Tujuannya, agar informasi yang disampaikan kepada publik terpercaya. Itu sebabnya, media perlu senantiasa menjalankan disiplin verifikasi,” kata dia, Senin, 10/8/2020.
Menurutnya, disiplin verifikasi ibarat saringan. Melalui disiplin verifikasi, jurnalis bisa terhindar dari rumor, manipulasi, dan kebohongan. Dengan demikian, kualitas informasi terjaga dan akurat. Sebab, nilai utama berita adalah sebagai kegunaan untuk memberdayakan warga.
“Jurnalis menempatkan kepentingan publik di atas segalanya dan menggunakan metode tertentu - yang dasarnya adalah disiplin verifikasi - untuk mengumpulkan dan menilai apa yang ditemukan,” ujarnya.
Selain disiplin verifikasi, Hendry mengingatkan media agar memerhatikan kompetensi narasumber. Kemudian, mempertimbangkan latar belakang atau rekam jejak si narasumber. Hal tersebut guna mengetahui apakah yang bersangkutan cakap atau punya kapasitas dalam bidang tertentu.
“Tujuan jurnalisme adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan warga negara agar mereka bisa mengatur dan mengelola hidupnya secara merdeka. Informasi dimaksud tentu kredibel dan itu bisa terwujud melalui antara lain disiplin verifikasi dan memerhatikan derajat kompetensi narasumber,” kata dia.
AJI juga mengimbau media mematuhi Pedoman Pemberitaan Media Siber dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Pencabutan berita, misalnya. Dalam butir ke-5 Pedoman Pemberitaan Media Siber disebutkan bahwa berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers. Kemudian, pencabutan berita wajib disertai dengan alasan dan diumumkan kepada publik.
Pedoman tersebut juga sejalan dengan Pasal 10 KEJ. Isinya, wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Penafsiran segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. Sedangkan permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
“Kepatuhan terhadap Pedoman Pemberitaan Media Siber dan KEJ perlu dikedepankan. Sebab, ia menjaga profesionalitas media. Lebih dari itu, pedoman dan KEJ menjaga media agar tidak menyimpang dari prinsip-prinsip jurnalistik,” ujar Hendry.(*)