lampungterdepan.com - Setelah keluarnya rilis dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) atas status virus corona menjadi Pandemi, tentu membuat kesiapan dan kesiagaan kita semakin ditingkatkan. Pandemi tersebut menghantam berbagai kegiatan ekonomi, yang imbasnya membuat masyarakat terdampak secara ekonomi akan adanya wabah ini. Pemerintah sendiri sudah mengucurkan jaring pengaman sosial guna mengatasi dampak wabah yang menjangkit secara global tersebut, terutama bagi warga miskin.
Memang, tak dipungkiri pandemi telah menggugah sekaligus membangkitkan rasa kemanusiaan yang selama ini tenggelam ditelan hiruk pikuk kemajuan teknologi, pertumbuhan ekonomi, dan dinamika politik. Komitmen para elite untuk mengutamakan urusan kemanusiaan terlihat pada rapat kerja tripartit (Pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu) pada 30 Maret 2020. Selain bersepakat menunda juga akan mengalihkan anggaran pilkada yang masih tersisa Rp 9 triliun untuk penanganan pandemi.
Akhirnya, Rabu (27/5) pada Rapat kerja pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu akhirnya menyetujui pilkada digelar 9 Desember 2020. Hasil rapat tersebut menambah kepastian setelah sebelumnya pemerintah menerbitkan Perppu No 2 tahun 2020 yang mengamanatkan pilkada dilaksanakan Desember 2020. Ada beberapa catatan yang perlu disampaikan. Pertama, penyelenggara (KPU dan Bawaslu) perlu menyiapkan secara matang protokol pilkada di era pandemi. Protokol tersebut akan menjadi panduan teknis bagi penyelenggara tingkat di bawah. Protokol ini penting, karena kita tidak ingin nyawa sebagai taruhan atau tumbal dalam menegakkan demokrasi.
Akibat pandemi ini, dapat dipastikan partisipasi pemilih akan menurun drastis. Penyelenggara Pilkada harus mampu mensosialiasikan dengan cara-cara yang baru dan mampu beradaptasi dengan pandemi Covid-19 agar paritispasi terjaga. Sosialiasi jadi tanggung jawab penyelenggara, Partai-partai dan pasangan calon kepala daerah memang didorong ikut membantu.
Menurunnya angka partisipasi pemilih dimanfaatkan oleh calon kepala daerah khususnya calon petahana untuk mensosialisasikan Pilkada sekaligus meraup suara dengan hal-hal yang kejam. Bawaslu menemukan dugaan politisasi bantuan sosial penanganan Covid-19 oleh kepala daerah calon petahana di 23 kabupaten/kota. Modus politisasi bansos tersebut berupa penempelan gambar calon petahana dalam bansos yang disalurkan untuk warga terdampak Covid-19.
Oleh Sebab itu, KPU harus mempercepat penerbitan Peraturan KPU (PKPU) tentang tahapan, program dan jadwal Pilkada 2020. Undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 sebenarnya memuat larangan dan sanksi bagi kepala daerah petahana yang menguntungkan dirinya pribadi atau merugikan pasangan calon kepala daerah lain dalam tahapan Pilkada. Namun demikian, aturan ini belum dapat digunakan untuk menjerat kepala daerah calon petahana yang menyalahgunakan wewenang sebab tahapan Pilkada belum dimulai, dan KPU belum menetapkan pasangan calon Pilkada.
Hal menarik, yakni Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi mengeluarkan surat edaran kepada kepala daerah di bawahnya, khususnya petahana, agar tidak melakukan politisasi bansos. Harapan kita tidak hanya dua provinsi saja yang menetapkan peraturan tersebut, tapi seluruh Indonesia, agar Pilkada 2020 bersih dan aman.